Mungkin Refresh dan Refleksi di Jalan Menuju Jemaat ini

Hari Minggu pagi ini (10/04/22) kami berangkat pagi-pagi sekali ke Bokong-Kupang Tengah. Salah satu desa di Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang. Di dalam desa Bokong terdapat beberapa Jemaat GMIT di lingkungan Klasis Kupang Tengah. Salah satu di antaranya kami sasar untuk turut berbakti pada Minggu Sengsara Yesus Kristus.

Menuju ke Bokong dari arah Kotabes Amarasi, pemandangan menarik sekaligus memacu adrenalin bagi setiap orang yang baru pertama kali melintas di jalan yang rawan longsor pada beberapa titik. Longsoran yang terlihat parah ketika mendekati pintu masuk desa Tunbaun. Seroja menyebabkan putusnya akses jalan itu. Setahun telah berlalu akses jalan itu telah mendapatkan perhatian walau masih bersifat darurat namun sangat membantu penggunanya. Kini, suasana itu kembali terulang walau tidak separah tahun sebelumnya.

Licin, amat licin ketika embun, gerimis, dan hujan. Berkendara di jalan baru ini diperlukan kewaspadaan yang extra (lagi-lagi) pada orang yang pertama kali melintas.Menuju ke Bokong jalan beraspal lapen. Kontur tanah yang labil pada musim hujan berlumpur dan pada musim panas mudah retak menjadi alasan pecah atau rusaknya aspal lapen dan jalan yang dirabat beton (ala masyarakat desa Bokong).

Kami mencapai kali Bokong sesudah SD GMIT Bokong. Lebar kali sekitar 15 meter. Curah hujan tahun ini yang cukup dalam durasi waktu antara Desember sampai Maret menjadi alasan pula pada longsoran kecil yang nyaris membawa beberapa meter akses jalan di dalam kampung Bokong.Kami tiba di Jemaat GMIT yang kami sasar. Kami mengikuti kebaktian utama yang dipadukan dengan peneguhan anggota sidi baru.

Nyanyian pujian baik berjemaat, kelompok kecil (PS, VG) maupun solo dengan kekhasan. Semua tampil memuliakan Tuhan. Bahasa lagu rohani yang dinyanyikan di antaranya berbahasa Meto’. Berbeda dengan khotbah Sang Pelayan yang menyisipkan ungkapan berbahasa Inggris, Bahasa Indonesia standar yang mengadopsi kata-kata asing menjadi Bahasa Indonesia, dan sesekali berbahasa Melayu Kupang kurang berirama Melayu Kupang.

Kebaktian berlangsung dalam durasi waktu antara pukul 08.00 – 10.00 WITa. Apakah durasinya cepat atau lama? Saya tidak hendak berkesimpulan, tetapi faktanya terlihat, anggota jemaat sudah berkeliaran di luar gedung gereja, di teras hingga duduk mengelompok di bawah pohon sekadar mengaso. Rupanya di jemaat-jemaat GMIT, bagian liturgi doa safaat merupakan saat yang tepat untuk bergerak meninggalkan ruang kebaktian. Saya berkali-kali menyaksikan hal ini di banyak tempat. Hari ini saya lihat lagi di jemaat ini.Padahal, saya berasumsi bahwa Jemaat di pedesaan yang kental dengan kepatuhan dan kesopanan, pasti akan menghargai sesamanya yang duduk berjejer dalam doa yang khusuk. Bagaimana mungkin mereka justru keluar sambil berbisik pada yang khusuk? Yang khusuk pun memberi ruang agar si pemohon permisi lewat. Biarlah saya menggelengkan kepala saja.

Bokong, 10 April 2022

herobani68@gmail.com

Published by Heronimus Bani

Guru, membaca dan menulis mana suka

Design a site like this with WordPress.com
Get started