Puisi

Beberapa tahun terakhir ini saya sangat suka menulis puisi. Hampir setiap puisi yang saya tulis tidak terjadi di luar inspirasi yang sesaat, kemudian langsung dituangkan dalam bait-bait puisi. Tidak ada puisi yang saya tulis dengan merenung berkali-kali untuk mendapatkan inspirasi. Inspirasi datang pada saat menyaksikan sesuatu di depan mata, turut merasakan apa yang terjadi itu, atau secara emosi masuk ke dalam situasi itu. Selanjutnya, benahi diksi di benak. Siapkan perlengkapan menulis, dan mulailah menulis.

Berikut saya kutipkan satu puisi yang saya tulis sebagai kado kepada seorang teman yang berprofesi sebagai seorang Pelayan (Pendeta) di lingkungan Gereja Masihi Injili di Timor. Dia bertugas di suatu kampung di pulau terselatan Indonesia, Rote. Kami menjalin persahabatan mula-mula melalui media sosial feisbuk, kemudian saling berbagi nomor WhatsApp. Jadilah kami berteman sehingga ada pengalaman dan pengetahuan tentang siapa dia. Ketika ia menikah, beberapa helai foto ditempatkannya di akun FB miliknya. Saya menyapa dan memberi ucapan selamat melalui WhatsApp, sambil meminta izin agar memberi kado kepadanya dengan puisi. Ia memberikan izin. Inilah puisi yang dimaksud itu.

Menelusuri Jejak Petualang Cinta

Kakandaku…
Kekasihku…
Cintaku… .

Aku senantiasa duduk di sini menerawang
Pada fajar pagi aku merasakan datangnya ritme rindu
Pada surya indah aku mendulang cahaya kemesraan
Pada bayu semilir aku dengarkan bisikannya
Pada awan bergulung aku rasakan belaiannya.

Oh …
Indahnya nuansa itu…
Kutanyakan pada mereka
Dapatkah kamu memberikan cinta untuk mengisi relung jiwaku?
Mereka membisu dan terus berkarya dalam sistem otomatis.

Waktu terus bergulir
Aku kembali pada ritme telusur menerawang masa depan
Di sana ada titik terang bermuatan cinta tulus
Aku mengejarnya
Ia tidak menjauh
Aku hentikan sejenak langkahku…
Aku berbalik melihat jejak-jejak di belakangku
Aku melihat ragam kisah cinta terukir di sana
Tak satu pun melekat di jejak jiwaku

Aku terus berlari
Ragaku tak lelah
Rasanya aku makin ringan saja menggapai terang cinta itu.

Aku mencoba meneriakkan seuntai kata… .

Kakandaku…

Ia mengulurkan tangannya padaku

Aku hentikan lagi langkahku
Ia mendekati diriku
Pada tangannya segenggam cinta tulus
Tatapannya padaku
Kerling matanya menggetarkan nadiku
Ia mendekat
Makin dekat… .
Hingga bunga cinta tulus nan lestari menjadi milikku.

Dindaku…
Jelitaku…
Cintaku… .

Lama kunantikan ritme dan nada cinta ini
Kini kurebut dan kurengkuh
Kita akan berjalan bersama dalam satu gandengan
Ada saat kau kugendong
Ada saat kau kupeluk
Ada saat kau kutatap sedalam-dalamnya
Pada saat-saat seperti itu akan kuhunjukkkan syukur pada Sang Khalik
Dialah yang menempatkan cinta ini pada kita
Mari kita bangun
Kita raih hari baru di masa depan.

Koro’oto Pah Amarasi, 11 September 2021

Design a site like this with WordPress.com
Get started